Soal Kasus KMB ( Keperawatan Medikal Bedah ) dan Penyelesaian Kasus
Seorang laki-laki berusia 37 tahun pengendara sepeda motor bertabrakan
dengan mobil berlawanan arah, terlihat adanya perdarahan pada daerah
kepala, lehar tampak memar, nafas spontan, nadi cepat dan lemah. Oleh
penabrak korban segera dibawa ke RS terdekat untuk menapatkan pertolongan.
Setelah sampai di IGD perawat dan dokter segera melakukan pemeriksaan dan
tindakan awal. Hasil CT-scan menunjukkan penderita mengalami subdural hematom. Penderita selanjutnya dikirim ke
bangsal.
Pemeriksaan fisik di bangsal menunjukkan: kesadaran apatis, GCS: E3 M4 V3,
TD : 140/80 mmHg, N: 90 X/mt, P: 28X/mt. Terdapat jejas memar dikepala
bagian temporal sebelah kiri. Reflek patologis (-), reflek fisiologis:
patela (+), brachialis (+), respon sensorik ekstremitas (+).
Pasien saat ini terpasang infus RL 15 tetes/menit (faktor tetesan makro
20), terpasang NGT untuk memasukkan makanan melalui sonde, terapi manitol.
Pertanyaan diskusi:
1.
Jelaskan tentang pemeriksaan Glasgow Coma Scale (GCS) ?
2.
Jelaskan tanda dan gejala peningkatan TIK pada pasien tersebut?
3.
Jelaskan mekanisme terjadinya peningkatan TIK pada pasien cedera kepala
(penyebab dan mekanismenya) secara skematis dan narasi?
4.
Jelaskan tindakan mandiri dan kolaborasi untuk menurunkan tekanan intra
kranial ?
5.
Jelaskan rencana asuhan keperawatan pada pasien tersebut (minimal 3
diagnosa keperawatan beserta tujuan, intervensi dan rasional dari
setiap intervensi) ? gunakan NANDA, NOC, dan NIC terupdate.
1.
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol
E…V…M… Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah
15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.
Kesimpulan :
1. Composmentis : 15-14
2. Apatis : 13-12
3. Delirium : 11-10
4. Somnolen : 9-7
5. Stupor : 6-4
6. Coma : 3
Kesimpulan :
1. Composmentis : 15-14
2. Apatis : 13-12
3. Delirium : 11-10
4. Somnolen : 9-7
5. Stupor : 6-4
6. Coma : 3
Pada kasus di atas GCS yang didapatkan yaitu 10, Artinya kesadaran pasien
tergolong Soporo Koma. Penilaian GCS ini terdiri dari 3 Point, yaitu Eye (
Mata ), Motorik ( Gerakan ), Verbal ( Suara ).
Penjabaran Pemeriksaan GCS pada kasus diatas :
- Pasien tersebut dengan respon suara baru ia membuka matanya
- Pasien tersebut saat diberi rangsangan nyeri ia menarik bagian yang
diberi respon nyeri tersebut
- Pasien tersebut saat di ajak komunikasi ia tidak berkomunikasi atau hanya
mengeluarkan kata “ya”
2. Teori :
Tanda - tanda TIK meningkat
1. Hipertensi
1. Hipertensi
Tekanan darah sistemik akan terus meningkat sebanding dengan peningkatan
ICP
2. Bradicardi
Peningkatan ICP hingga 33 mmHg (450 mm H2O) menurunkan secara bermakna
aliran darah ke otak (cerebral blood flow, CBF). Iskemia yang terjadi
merangsang pusat vasomotor, dan tekanan darah sistemik meningkat.
Rangsangan pada pusat inhibisi jantung mengakibatkan bradikardia
3. Papil Edema
Papil edem juga merupakan salah satu gejala dari tekanan tinggi
intrakranial. Udem papilla nervus optikus merupakan tanda yang paling
menyakinkan. Karena tekanan tinggi intrakranial akan menyebabkan oklusi
vena sentralis retina, sehingga terjadilah edem papil. Barley dan
kawan-kawan, mengemukakan bahwa papil edem ditemukan pada 80% anak dengan
tumor otak.
4. Muntah Proyektil
Muntah dijumpai pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak dan biasanya
disertai dengan nyeri kepala. Muntah tersering adalah akibat tumor di fossa
posterior. Muntah tersebut dapat bersifat proyektil atau tidak dan sering
tidak disertai dengan perasaan mual serta dapat hilang untuk sementara
waktu.
5. Nyeri Kepala
Nyeri kepala akibat peregangan dura dan pembuluh darah; papiledema akibat
tekanan dan pembengkakan diskus optikus. Nyeri kepala pada tumor otak
terutama ditemukan pada orang dewasa dan kurang sering pada anak-anak.
Nyeri kepala terutama terjadi pada waktu bangun tidur, karena selama tidur
PCO2 arteri serebral meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan dari
serebral blood flow dan dengan demikian mempertinggi lagi tekanan
intrakranium. Juga lonjakan tekanan intrakranium sejenak karena batuk,
mengejan atau berbangkis akan memperberat nyeri kepala. Pada anak kurang
dari 10-12 tahun, nyeri kepala dapat hilang sementara dan biasanya nyeri
kepala terasa didaerah bifrontal serta jarang didaerah yang sesuai dengan
lokasi tumor. Pada tumor didaerah fossa posterior, nyeri kepala terasa
dibagian belakang dan leher.
Tanda dan Gejala Peningkatan TIK pada pasien diatas :
- Penurunan Kesadaran
Pasien tersebut mengalami penurunan kesadaran karena terjadi perdarahan di
daerah kepala sehingga terjadi peningkatan volume intracranial seperti
massa / hematom di daerah subdural. Sehingga massa ini menekan pada bagian
otak durameter.
3. Pathway :
Patofisiologi :
Perdarahan terjadi antara duramater dan araknoid. Perdarahan dapat terjadi
akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan
vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam duramater atau karena
robeknya araknoid. Karena otak dikelilingi cairan serebrospinal yang dapat
bergerak, sedangkan sinus venosus dalam keadaan terfiksir, berpindahnya
posisi otak yang terjadi pada trauma, dapat merobek beberapa vena halus
pada tempat dimana mereka menembus duramater. Perdarahan yang besar akan
menimbulkan gejala-gejala akut menyerupai hematoma epidural.
Kebanyakan perdarahan subdural terjadi pada konveksitas otak daerah
parietal. Sebagian kecil terdapat di fossa posterior dan pada fisura
interhemisferik serta tentorium atau diantara lobus temporal dan dasar
tengkorak. Perdarahan subdural akut pada fisura interhemisferik pernah
dilaporkan, disebabkan oleh ruptur vena-vena yang berjalan diantara
hemisfer bagian medial dan falks, juga pernah dilaporkan disebabkan oleh
lesi traumatik dari arteri perikalosal karena cedera kepala. Perdarahan
subdural interhemisferik akan memberikan gejala klasik monoparesis pada
tungkai bawah. Pada anak-anak kecil perdarahan subdural di fisura
interhemisferik posterior dan tentorium sering ditemukan karena goncangan
yang hebat pada tubuh anak (shaken baby syndrome).
Perdarahan yang tidak terlalu besar akan membeku dan di sekitarnya akan
tumbuh jaringan ikat yang membentuk kapsula. Gumpalan darah lambat laun
mencair dan menarik cairan dari sekitarnya dan mengembung memberikan gejala
seperti tumor serebri karena tekanan intracranial yang berangsur meningkat.
Perdarahan subdural kronik umumnya berasosiasi dengan atrofi cerebral. Vena
jembatan dianggap dalam tekanan yang lebih besar, bila volume otak mengecil
sehingga walaupun hanya trauma yang kecil saja dapat menyebabkan robekan
pada vena tersebut. Perdarahan terjadi secara perlahan karena tekanan
sistem vena yang rendah, sering menyebabkan terbentuknya hematoma yang
besar sebelum gejala klinis muncul. Karena perdarahan yang timbul
berlangsung perlahan, maka lucid interval juga lebih lama
dibandingkan perdarahan epidural, berkisar dari beberapa jam sampai
beberapa hari. Pada perdarahan subdural yang kecil sering terjadi
perdarahan yang spontan. Pada hematoma yang besar biasanya menyebabkan
terjadinya membran vaskular yang membungkus hematoma subdural tersebut.
Perdarahan berulang dari pembuluh darah di dalam membran ini memegang
peranan penting, karena pembuluh darah pada membran ini jauh lebih rapuh
sehingga dapat berperan dalam penambahan volume dari perdarahan subdural
kronik.
Akibat dari perdarahan subdural, dapat meningkatkan tekanan intrakranial
dan perubahan dari bentuk otak. Naiknya tekanan intra kranial dikompensasi
oleh efluks dari cairan likuor ke aksis spinal dan dikompresi oleh sistem
vena. Pada fase ini peningkatan tekanan intra kranial terjadi relatif
perlahan karena komplains tekanan intra kranial yang cukup tinggi. Meskipun
demikian pembesaran hematoma sampai pada suatu titik tertentu akan
melampaui mekanisme kompensasi tersebut. Komplains intrakranial mulai
berkurang yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial yang
cukup besar. Akibatnya perfusi serebral berkurang dan terjadi iskemi
serebral. Lebih lanjut dapat terjadi herniasi transtentorial atau
subfalksin. Herniasi tonsilar melalui foramen magnum dapat terjadi jika
seluruh batang otak terdorong ke bawah melalui insisura tentorial oleh
meningkatnya tekanan supratentorial. Juga pada hematoma subdural kronik,
didapatkan bahwa aliran darah ke thalamus dan ganglia basaalis lebih
terganggu dibandingkan dengan daerah otak yang lainnya.
4. Tindakan penurunan Tekanan Intrakranial :
Kolaborasi :
- pemberian infus manitol & steroid
- pembedahan u/ menghilangkan bekuan darah
- pemberian oksigen
- hiperventilasi mekanik
- antikonvulsan
Mandiri :
- Rawat ps dlm ruang dengan suhu minimal
- posisi kepala tempat tidur 300 dgn kepala & leher tetap
sejajar
- Monitor dan atur balance cairan scr ketat
- Cegah ps melakukan valsava manuver serta tind lain yg dpt meningkatkan
TIK
- Berikan makanan dgn konsistensi lunak
- Pertahankan suhu tubuh dlm rentang normal
5. Diagnosa Keperawatan :
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b/d peningkatan TIK
b. Nyeri akut b/d cidera biologis kontraktur
c. Ketidakefektifan pola nafas b/d kerusakan pusat pernapasan di medula
oblongata
d. Risti gangguan keseimbangan cairan b/d restriksi cairan untuk menurunkan
edema serebral.
Intervensi :
Diagnosa 1 : Gangguan perfusi jaringan serebral b/d peningkatan TIK
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 3 x 24 jam diharapkan dapat
mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :
a. Tekanan Sistol dan Diastole dalam rentang normal
b. Tidak ada ortostatikhipertensi
c. Tidk ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari
15 mmHg)
Intervensi
- Monitor adanya bradikardi dan peningkatan TIK
Rasional : untuk mengetahui nadi apakah normal atau dibawah normal ( Normal
: 60 – 100 x/mnt )
- Rawat pasien di ruang dengan suhu minimal
Rasional : untuk menjaga metabolisme pasien agar tetap stabil
- Berikan oksigen
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan oksigen kepada pasien
- Tinggikan kepala tmpt tidur 300
Rasional : untuk memaksimalkan ventilasi pada pasien
- Monitor & atur balance cairan secara ketat
Rasional : untuk mengetahui keseimbangan cairan pada tubuh pasien
- Hindari stres fisik maupun lingkungan
Rasional : agar tidak memeperburuk kondisi pasien
Diagnosa 2 : Nyeri akut b/d cidera biologis kontraktur
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan
pasien tidak mengalami nyeri dengan kriteria hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tekhnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri )
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
c. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Intervensi :
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan factor presipitasi
Rasional : untuk mengetahui tingkat nyeri pasien
2. Ajarkan tekhnik non farmakologi dalam penanganan nyeri
Rasional : Agar pasien mampu menggunakan tekhnik non farmakologi dalam
management nyeri yang dirasakan
3. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketidaknyamanan dari pasien
4. Kurangi factor presipitasi nyeri
Rasional : Agar nyeri yang dirasakan pasien tidak bertambah
5. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetic
Rasional : pemberian analgetic dapat mengurangi rasa nyeri pasien
Diagnosa 2
: Ketidakefektifan pola nafas b/d kerusakan pusat pernapasan di medulla
oblongata
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan pola
nafas pasien menjadi efektif dengan kriteria hasil :
a. Menunjukkan jalan nafas yang paten
b. Tanda-tanda vital dalam rentang normal
Intervensi :
1. Posisikan pasien semi fowler
Rasional : Untuk memaksimalkan potensial ventilasi
2. Monitor pernapasan dan status oksigen
Rasional : Memonitor respirasi dan keadekuatan oksigen
3. Auskultasi suara nafas
Rasional : Memonitor kepatenan jalan nafas
4. Kolaborasi dalam pemberian terapi oksigen
Rasional : Meningkatkan ventilasi dan asupan oksigen
Diagnosa 4 :
Risti kekurangan volume cairan b/d restriksi cairan untuk menurunkan edema
serebral
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan tidak
ada resiko kekurangan volume cairan dengan Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda Syok hipovolemik
b. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
Intervensi :
1. Monitor Vital Sign
Rasional : mengetahui keadaan umum pasien
2. Kaji adanya tanda-tanda syok hipovelomik
Rasional : mengidentifikasi perubahan-perubahan yang terjadi pada keadaan
umum pasien terutama untuk mengetahui adakah tanda-tanda syok hipovolemik
3. Monitor status cairan Input dan output
Rasional : membantu dalam menganalisa keseimbangan cairan dan derajat
kekurangan cairan
4. Atur kemungkinan tranfusi
Rasional : mempersiapkan seandainya terjadinya syok hipovolemik
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, A.H dan Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis.
Jogyakarta. MediAction
Rosyanti, lilin. 2015. Askep Trauma Kepala.
https://lilinrosyanti.wordpress.com/2015/02/10/askep-trauma-kepala/
. diakses pada tanggal 24 Agustus 2016
Nurkhasanah, Ana. 2015. Perfusi Jaringan Serebral Tidak Efektif : NANDA NIC
NOC 2010.
http://www.askepkeperawatan.com/2015/09/perfusi-jaringan-serebral-tidak-efektif-2010.html
Diakses pada tanggan 27 Agustus 2017
Mediskus. 2017. Penilaian Tingkat Kesadaran.
https://mediskus.com/dasar/penilaian-tingkat-kesadaran-berdasarkan-nilai-gcs
Diakses pada tanggal 27 Agustus 2017
Post a Comment for "Soal Kasus KMB ( Keperawatan Medikal Bedah ) dan Penyelesaian Kasus"