DILEMA ETIK DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PELAYANAN KEPERAWATAN
A. Latar belakang
Nilai-nilai, keyakinan dan filosofi
individu memainkan peranan penting pada engambilan keputusan etik yang menjadi
bagian tugas rutin perawat. Peran perawat ditantang ketika harus berhadapan
dengan masalah dilema etik, untuk memutuskan mana yang benar dan salah; apa
yang dilakukannya jika tak ada jawaban benar atau salah; dan apa yang dilakukan
jika semua solusi tampak salah.
Dilema etik dapat bersifat personal
ataupun profesional. Dilema sulit dipecahkan bila memerlukan pemilihan keputusan
tepat diantara dua atau lebih prinsip etis. Penetapan keputusan terhadap satu
pilihan, dan harus membuang yang lain menjadi sulit karena keduanya sama-sama
memiliki kebaikan dan keburukan apalagi jika tak satupun keputusan memenuhi semua kriteria.
Berhadapan dengan dilema etis bertambah pelik dengan adanya dampak emosional
seperti rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses pengambilan keputusan rasional.
Pada pasien dengan kasus-kasus terminal
sering ditemui dilema etik, misalnya kematian batang otak, penyakit terminal
misalnya gagal ginjal. Pada tulisan ini akan dibahas mengenai dilema etik pada
kasus pasien dengan gagal ginjal terimnal yang menuntut haknya untuk dilakukan
transplantasi ginjal.
B. Prinsip moral dalam menyelesaiakan masalah
etik
Prinsip-prinsip
moral yang harus diterapkan oleh perawat
dalam pendekatan penyelesaian masalah / dilema etis adalah :
- Otonomi
Prinsip otonomi
didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan memutuskan.
Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat keputusan sendiri,
memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang dihargai. Prinsip
otonomi ini adalah bentuk respek terhadap seseorang, juga dipandang sebagai
persetujuan tidak memaksa dan bertindak
secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu
yang menuntut pembedaan diri. Praktek
profesioanal merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak hak pasien dalam
membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
- Benefisiensi
Benefisiensi berarti
hanya mengerjakan sesuatu yang baik. Kebaikan juga memerlukan pencegahan dari
kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan
kebaikan oleh diri dan orang lain. Kadang-kadang dalam situasi pelayanan
kesehatan kebaikan menjadi konflik dengan otonomi.
- Keadilan (justice)
Prinsip keadilan
dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan .
Nilai ini direfleksikan dalam praktek profesional ketika perawat bekerja untuk
terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk
memperoleh kualitas pelayanan kesehatan
- Nonmalefisien
Prinsip ini berarti dalam segala tindakan yang dilakukan
pada klien diupayakan tidak menimbulkan bahaya / cedera secara fisik dan
psikologik.
- Veracity (kejujuran)
Prinsip veracity
berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi layanan
kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan untuk meyakinkan
bahwa pasien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan
seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat,
komprehensif dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan
materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada pasien tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan keadaan dirinya salama menjalani perawatan. Walaupun demikian terdapat beberapa
argument mengatakan adanya batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan
kesalahan prognosis pasien untuk pemulihan, atau adanya hubungan paternalistik
bahwa “doctor knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak
untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran adalah dasar dalam membangun hubungan saling percaya
- Fidelity
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain. Perawat
seharusnya setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia pasien. Ketaatan,
kesetiaan adalah kewajiban seeorang
untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya.
- Kerahasiaan (confidentiality)
Prinsip kerahasiaan
berarti bahwa informasi tentang klien harus dijaga privasi-nya. Apa yang
terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka
pengobatan klien. Tak ada satu orangpun dapat memperoleh informasi tersebut
kecuali jika diijin kan oleh klien dengan bukti persetujuannya. Diskusi tentang
klien diluar area pelayanan, menyampaikannya pada teman atau keluarga tentang
klien dengan tenaga kesehatan lain harus dicegah.
- Akuntabilitas (accountability)
Prinsip ini
berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa tanggung jawab pasti pada
setiap tindakan dan dapat digunakan untuk menilai orang lain. Akuntabilitas merupakan standar
yang pasti yang mana tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi
yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
C. Langkah-langkah penyelesaian masalah / dilema
etik
Langkah
penyelesaian dilema etik menurut Tappen (2005) adalah :
a. Pengkajian
Hal
pertama yang perlu diketahui perawat adalah “adakah saya terlibat langsung
dalam dilema?”. Perawat perlu mendengar kedua sisi dengan menjadi pendengar
yang berempati. Target tahap ini adalah terkumpulnya data dari seluruh
pengambil keputusan, dengan bantuan pertanyaan yaitu :
1.
Apa yang menjadi fakta medik ?
2.
Apa yang menjadi fakta psikososial ?
3.
Apa yang menjadi keinginan klien ?
4.
Apa nilai yang menjadi konflik ?
b. Perencanaan
Untuk
merencanakan dengan tepat dan berhasil, setiap orang yang terlibat dalam
pengambilan keputusan harus masuk dalam proses. Thomson and Thomson (1985) mendaftarkan
3 (tiga) hal yang sangat spesifik namun terintegrasi dalam perencanaan, yaitu :
1.
Tentukan tujuan dari treatment.
2.
Identifikasi pembuat keputusan
3.
Daftarkan dan beri bobot seluruh opsi / pilihan.
c. Implementasi
Selama
implementasi, klien/keluarganya yang menjadi pengambil keputusan beserta
anggota tim kesehatan terlibat mencari kesepakatan putusan yang dapat diterima dan
saling menguntungkan. Harus terjadi komunikasi terbuka dan kadang diperlukan
bernegosiasi. Peran perawat selama implementasi adalah menjaga agar komunikasi tak
memburuk, karena dilema etis seringkali menimbulkan efek emosional seperti rasa
bersalah, sedih / berduka, marah, dan emosi kuat yang lain. Pengaruh perasaan ini
dapat menyebabkan kegagalan komunikasi pada para pengambil keputusan. Perawat
harus ingat “Saya disini untuk melakukan yang terbaik bagi klien”.
Perawat harus menyadari bahwa dalam dilema etik tak
selalu ada 2 (dua) alternatif yang menarik, tetapi kadang terdapat alternatif tak
menarik, bahkan tak mengenakkan. Sekali tercapai kesepakatan, pengambil
keputusan harus menjalankannya. Kadangkala kesepakatan tak tercapai karena
semua pihak tak dapat didamaikan dari konflik sistem dan nilai. Atau lain
waktu, perawat tak dapat menangkap perhatian utama klien. Seringkali klien /
keluarga mengajukan permintaan yang sulit dipenuhi, dan di dalam situasi lain
permintaan klien dapat dihormati.
d. Evaluasi
Tujuan
dari evaluasi adalah terselesaikannya dilema etis seperti yang ditentukan
sebagai outcome-nya. Perubahan status klien, kemungkinan treatment medik, dan fakta sosial dapat dipakai untuk
mengevaluasi ulang situasi dan akibat treatment perlu untuk dirubah.
Dilema etik yang sering ditemukan dalam
praktek keperawatan dapat bersifat personal ataupun profesional. Dilema menjadi
sulit dipecahkan bila memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara dua atau
lebih prinsip etis. Sebagai tenaga profesional perawat kadang sulit karena
keputusan yang akan diambil keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan.
Pada saat berhadapan dengan dilema etis juga terdapat dampak emosional seperti
rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses pengambilan keputusan rasional
yang harus dihadapi, ini membutuhkan kemampuan interaksi dan komunikasi yang
baik dari seorang perawat.
Masalah pengambilan keputusan
dalam pemberian transplantasi ginjal juga sering menimbulkan dilema etis karena sangat
berhubungan dengan hak asasi manusia, pertimbangan tingkat keberhasilan
tindakan dan keterbatasan sumber-sumber organ
tubuh yang dapat didonorkan kepada orang lain sehingga memerlukan pertimbangan
yang matang. Oleh karena itu sebagai perawat yang berperan sebagai konselor dan
pendamping harus dapat meyakinkan klien bahwa keputusan akhir dari komite
merupakan keputusan yang terbaik.
DAFTAR PUSTAKA
Jaringan
Epidemiologi Nasional. (1995). AIDS dan Hukum / Etika. Seri Monogragi No:05. Jakarta : Jaringan
Epidemi Nasional bekerja sama dengan
The Ford Foundation.
Guwandi,J.
(2002). Hospital Law (Emerging doctrines & Jurisprudence). Jakarta :
Balai penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Guwandi,J.
(1992). Trilogi Rahasia Kedokteran. Jakarta : Balai penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Marquis, B.L and Huston, Carol.J. (2006). Leadership Roles and
Management Functions in Nursing : Theory and Application. 5 th
Ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
Tappen, M.R., Sally A. Weiss, Diane K.W. (2004). Essentials of Nursing
Leadership and Management. 3 rd Ed. Philadelphia : FA. Davis
Company.
Post a Comment for "DILEMA ETIK DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PELAYANAN KEPERAWATAN"